Pengantar
Harus diakui bahwa pada umumnya jemaat HKBP belum sepenuh hati memberikan perhatian terhadap pelayanan atau pembinaan generasi penerus jemaat, yaitu anak-anak dan pemuda. Memang, HKBP sudah lama melakukan pelayanan terhadap anak-anak melalui wadah pelayanan yang dikenal dengan “Sekolah Minggu”. Semua jemaat HKBP tidak pernah lupa melayani anak-anak dalam Sekolah Minggu. Ketika HKBP mendirikan jemaat baru, pelayanan Sekolah Minggu tidak dilupakan. Namun, perlu dipertanyakan, apakah pelayanan sekolah minggu tersebut, dilakukan karena dorongan oleh kesadaran akan panggilan tugas Kristiani, yaitu melayani (diakonia), bersekutu (koinonia), dan bersaksi (marturia). Kemungkinan sekali pelayanan sekolah minggu yang dilakukan jemaat, bukan didorong oleh kesadaran untuk mempersiapkan jemaat masa depan jemaat.
Ketidaksungguhan jemaat melayani dan melakukan pembinaan terhadap generasi muda kelihatan dalam program kerja setiap jemaaat. Perhatian jemaaat terhadap pembinaan generasi muda jauh tertinggal dibandingkan dengan perhatian terhadap pembangunan fisik gereja, yang hampir menyita semua dana dan daya jemaat. Bukankah anggaran belanja gereja belum pernah disediakan untuk kegiatan pembinaan ?. Bila parhalado menyediakan anggaran belanja untuk sekolah minggu itu hanya sebatas mendanai kegiatan parheheon, perayaan Paskah, dan perayaan Natal.
Sehubungan dengan ketidak sungguhan tersebut, tulisan ini ingin menggugah perhatian kita untuk menyadari dalam rangka mempersiapkan masa depan gereja, betapa pentingnya pembinaan (pelayanan) terhadap generasi muda, khususnya anak-anak. Supaya semakin disadari betapa pentingnya pembinaan tersebut, perlu disimak makna pepatah orang asing yang mengatakan :
* Bila anda mau hidup tiga bulan tanamlah jagung;
* Bila anda mau hidup enam bulan tanamlah ubi;
* Bila anda mau hidup satu tahun tanamlah padi;
* Bila anda mau hidup lima tahun tanamlah kelapa
* Bila anda mau hidup seratus tahun tanamlah pendidikan (pembinaan)
* Bila anda mau hidup selamanya tanamlah iman, pengharapan dan kasih.
Masih dalam kaitan pepatah diatas, penggubah lagu Tapanuli terkenal, Nahum Situmorang dalam salah satu nyanyian ciptaannya “Anakhonhi do hamoraon di au” mengisahkan betapa orang Batak menempatkan anak sebagai tumpuan segalanya dalam hidupnya. Anak yang kita yakini adalah anugerah mahal dari Tuhan, boleh menjadi harta yang paling mahal dalam keluarga, hanya melalui pembinaan yang berdasar kepada Firman Tuhan.
Apabila kita menginginkan HKBP eksis dan lestari sepanjang zaman, sudah sepatutnya HKBP bangkit segera memberi perhatian yang serius melayani anak-anak. Tugas gereja adalah membina manusia menjadi manusia yang berkwalitas dalam iman, setia kepada Yesus.
1. Dasar dan Motivasi Orang Kristen Membina Anak-anak
Landasan pelayanan orang Kristen (jemaat) melakukan pembinaan, pengajaran terhadap anak-anak, adalah Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab, yaitu :
a. Orang Kristen (jemaat) harus mengajar anak-anak karena Tuhan Yesus memerintahkan hal itu dilakukan. Dalam Matius 28, 20, Tuhan Yesus memberikan tugas kepada orang Kristen untuk mengajarkan Firman Tuhan. “Ajarilah”, demikian perintah Tuhan Yesus kepada para muridNya. Dalam Pasal 28, ayat terakhir Injil Matius tersebut, diperlihatkan bahwa tugas “mengajar” adalah bagian dari tugas panggilan orang Kristen sebagai murid Kristus. Mengajar anak-anak, dan mengajar semua lapisan manusia, baik orang dewasa maupun anak-anak.
b Dalam Markus 10, 14, dikatakan bahwa anak-anak termasuk pewaris dalam kerajaan sorga. Itu sebabnya gereja melayankan “baptisan kudus” kepada anak-anak. Karena baptisan yang diterima anak-anak ketika mereka masih bayi, belum mereka mengerti, itu sebabnya orang tua dan jemaat perlu mengajari mereka, tentang “baptisan” tersebut. Kemudian, setelah mereka memasuki masa remaja, adalah tadisi gereja, memberikan pelajaran sidi kepada anak-anak sebagai lanjutan dari pengajaran yang dilakukan dalam sekolah minggu.
c. Berdasarkan Efesus 6, 4, yang mengatakan “…didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan …”, orangtua ditugaskan Tuhan bukan hanya memenuhi kebutuhan jasmani si anak, juga ditugaskan untuk mengusahakan kebutuhan rohani mereka yaitu mendidik mereka ‘dengan dan sesuai” dengan Firman Tuhan.
d. Pengajaran kepada anak-anak adalah merupakan penggenapan janji orangtua kepada Tuhan, ketika orangtua membawa anaknya menerima baptisan di gereja. Di dalam acara baptisan, orangtua berjanji bahwa mereka bersedia mengajar anaknya “dengan dan sesuai” dengan Firman Tuhan. Dengan kata lain, boleh dikatakan, pengajaran yang dilakukan di sekolah minggu dan di dalam keluarga adalah pengajaran yang mempersiapkan anak-anak menerima pelajaran sidi. Pelajaran yang mereka terima di Sekolah minggu menjadi dasar pengetahuan mereka dalam kelas sidi. Pelajaran yang mereka terima di sekolah minggu dilengkapi dan disempurnakan dalam kelas sidi. Kelas sidi adalah masa pengajaran yang membina remaja gereja supaya mereka bertumbuh menjadi jemaat yang dewasa dalam iman, atau membina mereka menjadi manusia yang mengenal Tuhan dan kehendakNya, dan oleh pengenalan itu perilaku kehidupan mereka seharihari sesuai dengan kehendakNya.
Melalui ayat-ayat di atas, Tuhan memberikan tugas dan tanggung jawab untuk mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak, supaya mereka bertumbuh menjadi jemaat yang hidup dan beriman kepada Tuhan Yesus.
2. Tujuan Pengajaran Sekolah Minggu
Tujuan Pengajaran dalam Sekolah Minggu tidak sama dengan tujuan pengajaran agama Kristen di sekolah umum. Jemaat Kristen melakukan kegiatan pelayanan sekolah minggu bukan dimotifasi masalah tidak ada guru agama Kristen di sekolah umum. Tujuan utama pelayanan Sekolah Minggu, adalah : Agar sedini mungkin anakanak percaya kepada Tuhan Yesus. Pengajaran yang diberikan di Sekolah Minggu menjadi bekal dasar kehidupan rohani mereka. Pengajaran yang mereka terima di Sekolah Minggu diharapkan menanamkan iman di hati mereka, sehingga mereka dimampukan mengaku imannya melalui perbuatan dalam hidup seharihari. Dengan pengajaran yang mereka terima di sekolah minggu, mereka dibekali dengan pedoman hidup yang boleh mempengaruhi kehidupan kelak menjadi orang beriman. Menurut para ahli ilmu jiwa anak-anak “masa anak-anak adalah kesempatan yang lebih baik dalam kehidupan manusia untuk menanamkan etika kehidupan. Pendapat tersebut, sesuai dengan pepatah orang Batak yang mengatakan :“ditingki poso do hau boi sihorsihoron, anggo dung matua dang tarpatigor be.” Maksudnya : pohon yang tumbuh tidak lurus dapat diluruskan ketika masih kecil, bila pohon sudah terlanjur besar tidak mungkin lagi diluruskan. Demikian halnya dengan manusia, kesempatan yang lebih baik mengajar seseorang menjadi manusia yang percaya kepada Tuhan, adalah pada masa anak-anak. Apabila si anak sejak dini diajari mengenal Tuhan, kelak setelah dewasa dia menjadi seseorang yang dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, apa yang kita lakukan sekarang dalam kehidupan anak-anak, itulah adalah usaha yang menetukan sekali dalam kehidupan mereka pada periode berikutnya. Dengan demikian, alangkah baiknya bila orang Kristen selalu merenungkan Amsal Sulaiman 26, 26 “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari jalan itu”.
3.Bentuk Penmgajaran Sekolah Minggu Di HKBP
3.a Sekolah dihari minggu.
Sesuai dengan namanya “sekolah minggu”, kegiatan itu dilakukan pada hari minggu. Sudah menjadi tradisi di HKBP, dan di jemaat Batak lainnya, pelayanan terhadap anak-anak hanya dilakukan pada hari minggu. Kenyataan itu menunjukkan ada ketidakseimbangan didalam pelayanan gereja terhadap orang dewasa dengan pelayanan terhadap anak-anak. Selain pelayanan kebaktian hari minggu terhadap orang dewasa, gereja melayani orang dewasa diluar hari minggu. Antara lain, sermon kaum ibu pada hari Kamis, yang dikenal dengan kegiatan “Parari kamis”, Koor dan Penelaahan Alkitab (PA) Pemuda, Sermon dan koor kaum bapak; partangiangan wyik, dan pelayanan lainnya. Sementara pelayanan terhadap anak-anak hanya dilakukan pada hari Minggu. Mengingat betapa pentingnya pelayanan terhadap anak-anak sebagai jemaat masa depan, dan mengingat tantangan zaman yang boleh merusak kehidupan khususnya anak-anak kristiani, sudah saatnya Gereja memikirkan pelayanan yang lebih serius dan intensif terhadap anak-anak. Sudah saatnya jemaat, merencanakan dan melakukan pelayanan anak-anak di luar hari Minggu. Pelayanan di hari Minggu perlu berlanjut diluar hari Minggu. Gagasan ini bersumber dari masalah yang dihadapi anak-anak khususnya di daerah yang penduduknya mayoritas Islam, termasuk di Kepulauan Riau, dimana anak-anak Kristen tidak menerima pelajaran agama Kristen di sekolah karena sekolah umum tidak seluruhnya memiliki guru untuk mata pelajaran agama Kristen. Dengan kata lain, diluar pelayanan Sekolah Minggu, si anak tidak pernah menerima pelajaran yang berhubungan dengan agama Kristen. Di dalam keluarga sendiri, karena kesibukan orangtua, si anak sama sekali tidak pernah menerima pengajaran iman Kristen, padahal tugas tersebut adalah tanggungjawab orangtua. Sangat disesalkan, ada diantara orangtua yang tidak pernah mengajak atau mengajar anak-anak berdoa. Padahal “doa” adalah merupakan “nafas” kehidupan orang Kristen. Disamping nafas kehidupan rohani, doa adalah bukti seseorang anak Tuhan. Saya pernah kesal, kaget dan hampir marah, melihat seorang pelajar sidi yang usianya 20 tahun lebih. Dia minta maaf dan mengatakan tidak dapat berdoa, ketika saya menyuruh dia berdoa untuk mengakhiri pelajaran sidi. Saya tidak pernah menyangka, bahwa masih ada orang Kristen yang belum tahu berdoa, padahal orang tersebut aktif di gereja. Itu salah satu contoh yang menunjukkan bahwa orangtua belum berperan sebagai “guru utama” dan “guru pertama” di dalam kehidupan rohani anak-anak. Masalah tersebut merupakan cambuk bagi gereja untuk segera memikirkan pelayanan yang serius terhadap anak-anak.
3.b Pelayanan di Kelas (Horong).
Sinode Godang HKBP tahun 1962, menetapkan bahwa pelayanan terhadap anak-anak di sekolah Minggu, dimulai dengan kebaktian bersama, sesuai dengan Liturgi (Agenda) kebaktian Sekolah Minggu HKBP. Setelah kebaktian bersama, anak-anak masuk ke kelas masing masing, sesuai dengan kelas yang ditentukan. Pembagian kelas Sekolah Minggu, adalah :
~ Kelompok kecil (Horong I) terdiri dari anak kecil, TK dan Kelas 1–2 Sekolah Dasar (SD);
~ Kelompok tanggung, (Horong II), terdiri dari kelas 3 dan 4 SD
~ Kelompok besar (remaja), terdiri dari kelas 5, 6 SD dan Sekolah Lanjutan Pertama.
3.b.1 Kebaktian
Palayanan Sekolah Minggu diawali dengan kebaktian bersama. Semua anak-anak dari semua horong bersamasama berkumpul di gereja, atau di sari tempat yang ditentukan untuk mengokuti kebaktian. Kebaktian Sekolah Minggu diusahakan tidak lebih 25 menit, dengan liturgi yang sudah ditetapkan. Mulai tahun 1984, Agenda, Liturgi Sekolah Minggu, disediakan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Batak. Seharusnya kebaktian Sekolah Minggu dilayani Parhalado. Karena, sesuai dengan konfessi HKBP, hal-hal yang berhubungan dengan “kebaktian” adalah merupakan ttugas dan tanggungjawab Parhalado. Namun di kebanyakan jemaat HKBP Parhalado kurang peduli memimpin kebaktian Sekolah Minggu. Karena pada umumnya Parhalado HKBP kurang peduli terhadap pelayanan Sekolah Minggu, dalam penjelasan pemakaian Agenda Kebaktian Sekolah Minggu dikatakan, guru Sekolah Minggu boleh memimpin kebaktian Sekolah Minggu, dengan catatan : Guru Sekolah Minggu yang memimpin kebaktian tidak boleh membacakan “votum introitus” dan “berkat”.
Adapun alasan kebaktian Sekolah Minggu tidak lebih dari 25 menit, atau tidak boleh terlalu lama, karena tujuan kebaktian itu adalah :
1. Membiasakan anak menyembah dan memuji Tuhan. Kebaktian Sekolah Minggu bertujuan membiasakan anak mengetahui dan mengenal Tuhan, yaitu Tuhan yang dikenal orang Kristen dalam diri Yesus Kristus. Sedini mungkin, melalui kebaktian mereka dibiasakan untuk menyembah dan memuja Tuhan.
2. Mempersiapkan anak mengenal ibadah kebaktian HKBP. Kebaktian Sekolah Minggu merupakan usaha awal untuk mempersiapkan si anak mengenal cara dan bentuk ibadah kebaktian HKBP.
3. Membiasakan anak mensyukuri berkat Tuhan. Melalui persembahan mereka, anak diajak untuk berterimakasih kepada Tuhan atas berkatNya yang mereka terima. Disamping itu, dengan memberikan persembahan, kepada si anak ditanamkan rasa tanggungjawab untuk memberitakan injil. Melalui persembahan itu si anak diajari untuk turut bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan pekerjaan Tuhan di dalam jemaat dan di luar jemaat.
4. Memperkaya pengetahuan mereka tentang Firman Tuhan. Menurut Pdt.J.N.Simaremare (mantan Direktor Departemen Sekolah Minggu HKBP periode 1964 – 1974) dalam bukunya “Buku Penuntun Di Sekolah Minggu”, cetakan ke II 1974 halaman 74, dalam kebaktian Sekolah Minggu kita belum saatnya menyampaikan “khotbah”. Di dalam penjelasan agenda kebaktian sekolah minggu dikatakan bahwa “khotbah” dalam kebaktian anak-anak adalah dalam pengertian “penyampaian kesimpulan perikop”. Dengan kedua kutipan itu jelas bahwa bukan khotbah yang disampaikan di dalam kebaktian Sekolah Minggu.
Sehubungan dengan kebaktian Sekolah Minggu, alangkah baiknya anak-anak mengetahui perkembangan Sekolah Minggu melalui warta jemaat. Di dalam warta jemaat diwartakan, misalnya, tentang yang sakit dari antara anak-anak Sekolah Minggu, yang berulang tahun minggu depan atau minggu yang lalu dan lain-lain yang berhubungan dengan Sekolah Minggu. Perlu juga diwartakan jumlah persembahan mereka pada minggu lalu. (Berkenaan dengan persembahan Sekolah Minggu, diingatkan bahwa 25% dari persembahan setiap minggu harus disetor ke Seksi Sekolah Minggu di Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung).
3.b.2 Belajar di Kelas
Selesai kebaktian, anak-anak masuk ke kelas sesuai dengan pembagian kelasnya. Pembagian kelas perlu sekali untuk mempermudah si Guru Sekolah Minggu menyesuaikan materi pelajaran, dan cara penyajian, sesuai dengan daya tangkap si anak. Selama lebih kurang 45 menit, si guru menjelaskan pelajaran dari perikope Alkitab yang ditentukan dalam Almanak HKBP. Disamping pelajaran dari perikop yang ditentukan, perlu disampaikan pelajaran tambahan dari Padan na Robi napinajempek (PRP) atau dari Padan na Imbaru na Pinajempek (PIP). Perikop dan cerita Alkitab tersebut seharusnya dibahas dalam sermon Guru Sekolah Minggu. Sermon tersebut sangat perlu untuk membekali guru Sekolah Minggu mempersiapkan bahan pelajaran. Guru Sekolah Minggu diharuskan mengikuti sermon. Sangat berbahaya, jika guru sekolah minggu berani mengajarkan Firman Tuhan kepada anak-anak, padahal tidak hadir dalam sermon atau belum memahami Firman tersebut.
Dari nats (perikop) yang ditentukan, si guru mengolah pelajaran dalam bentuk cerita, bukan khotbah atau penelaahan Alkitab. Khotbah berbeda dari cerita (berita), karena bercerita adalah menyampaikan Firman Tuhan dalam bentuk cerita. Dengan penyampaian dalam bentuk cerita, apa yang diberitakan dalam nats Alkitab seolah-olah terjadi kembali dihadapan sianak. Dengan bercerita, Guru Sekolah Minggu berusaha supaya si anak boleh merasakan makna cerita Alkitab itu dalam kehidupannya. Sedangkan khotbah adalah suatu renungan dari perikop atau satu ayat Alkitab, yang diolah melalui analisa ilmiah, tafsiran, dan sejarah. Khotbah disampaikan dalam bentuk pernyataan, kritikan dan penghiburan. Itu sebabnya, bentuk khotbah belum sesuai dengan daya tangkap anak-anak. Metode cerita adalah metode yang paling sesuai dengan kehidupan, dan keinginan mereka yang selalu tertarik akan cerita. Guru Sekolah Minggu yang baik dan pintar, adalah seseorang yang pandai mengolah pengajarannya dalam bentuk cerita yang menarik kepada si anak.
3.c Buku-buku Pembantu Guru Sekolah Minggu
Untuk melengkapi guru-guru Sekolah Minggu mempersiapkan bahan pengajaran, mereka perlu memiliki buku-buku sebagai berikut:
~ Almanak HKBP
Almanak HKBP adalah buku yang berisikan ayat dan perikop Alkitab yang seharusnya dibaca dan direnungkan setiap hari. Di samping ayat harian, di dalamnya ditentukan perikop bacaan Alkitab dan perikop khotbah setiap hari Minggu dan Hari raya Kristen. Dalam Almanak HKBP yang terbit sekali setahun, ditentukan perikop Alkitab yang diajarkan kepada Sekolah Minggu, kumpulan Perempuan, Pemuda dan Bapak. Di dalam Almanak, dicatat sejarah perkembangan dan pelayanan HKBP, tentang statistik dan jumlah jemaat, Resort dan Distrik, termasuk nama nama Pendeta HKBP.
~ Buku Pemandu Guru Sekolah Minggu
Sejak tahun 1982, HKBP menerbitkan Buku Pemandu Guru Sekolah Minggu. Buku ini diterbitkan secara reguler per-semester oleh Seksi Sekolah Minggu HKBP di Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung. Di dalam Buku Pemandu dijelaskan cara penyajian perikop Alkitab setiap Minggu dan Pesta, yang ditentukan menjadi bahan pengajaran Sekolah Minggu dalam Almanak HKBP. Disamping penjelasan ayat, diberikan juga tujuan nats, dan cara penyajiannya kepada kelompok kecil, tanggung dan remaja.
~ Buku PRP dan PIP
Buku PRP (Padan Na Robi Na Pinajempek) dan PIP (Padan Na Imbaru Na Pinajempek) adalah dua dua buku ringkasan isi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang disajikan dalam bentuk ceritera. Buku PRP dan PIP sangat perlu dimiliki Guru Sekolah Minggu sebagai buku pelengkap. Sebelum Buku Pedoman Guru Sekolah Minggu diterbitkan oleh Departemen Sekolah Minggu HKBP, buku PRP dan PIP sudah memiliki saham yang demikian berharga dalam pelayanan Sekolah Minggu di HKBP, karena buku inilah satu-satunya buku pegangan Guru Sekolah Minggu di HKBP.
~ Katekhismus Luther
Buku Katekhismus Luther adalah sebuah buku kecil yang dikarang Dr.Marthin Luther pada tahun 1529. Di dalamnya reformator Marthin Luther menjelaskan arti kesepuluh hukum Taurat, Pengakuan Iman Rasuli, Sakramen dan Doa Bapa kami. Dalam akhir buku tersebut Luther menuliskan contoh doa yang praktis untuk anak-anak, misalnya doa sebelum dan sesudah makan, doa di sekolah, dan lain-lain. Buku ini cukup dikenal di HKBP, karena sejak dulu buku ini dipakai HKBP sebagai buku pegangan di Sekolah Minggu, juga di dalam pelajaran sidi.
Untuk melengkapi bahan pelajaran Sekolah Minggu, setiap hari Minggu, Guru Sekolah Minggu perlu mengajarkan satu pasal dari khatekismus, dan satu nomor nyanyian dari Buku Ende HKBP. Disamping metode bercerita, seorang Guru Sekolah Minggu harus mampu menciptakan cara yang menarik sehingga si anak tertarik menimak pelajaran yang disampaikan. Umpamanya, dengan cara tanya jawab, dengan cara menghafalkan ayat Alkitab, memaki alat peraga, metode menggambar, metode sandiwara, metode klipping koran, metode pengajaran nyanyian, metode aktivitas, dan metode PR (Pekerjaan Rumah). Tidak kalah perlunya apabila setiap akhir bulan Guru Sekolah Minggu mengadakan evaluasi belajar.
4. Guru atau Pengajar Sekolah Minggu
Menurut Alkitab, guru utama dan pertama yang bertanggungjawab mengajarkan Firman Tuhan kepada si anak adalah orangtua. Ketika orangtua membawa anaknya dibaptis di gereja, mereka telah berjanji kepada Tuhan, bahwa mereka harus mengajarkan Firman Tuhan kepada anaknya. Janji tersebut menunjukkan bahwa sebenanya, penanggung jawab utama dalam hal pengajaran Firman Tuhan adalah orangtua, (baca.Epesus 6 , 4; Ul 6, 7). Namun, kenyataannya orangtua lalai melalukkannya bahkan mengalihkan tanggungjawab tersebut kepada gereja.
Guru kedua yang bertanggungjawab dalam tugas pengajaran Firman Tuhan adalah gereja (parhalado), dibantu oleh Guru Sekolah Minggu. Guru Sekolah Minggu adalah pengemban atau pelaksana tugas parhalado. Karena parhalado cukup sibuk dengan tugas pengembalaannya, tugas pengajaran tersebut diserahkan pada anggota jemaat yang bersedia melakukan tugas tersebut. Walaupun Guru Sekolah Minggu cukup jumlahnya dan mampu melaksanakan tugas tersebut. Parhalado tidak boleh melepaskan diri dari tugas tersebut. Dalam rangka pelayanan Sekolah Minggu parhalado harus memikirkan sarana dan kebutuhan yang diperlukam pelayanan Sekolah Minggu.
Dalam upaya mengusahakan pelayanan yang terbaik kepada anak-anak sekolah minggu, Parhalado harus berusaha mencari dan mempersiapkan serta membekali calon guru Sekolah Minggu dari kalangan naposobulung, Ama, Ina dan ruas lainnya. Guru Sekolah Minggu harus mendapat persetujuan dari Parhalado, dan persetujuan tersebut disyahkan oleh Pendeta Resort. Selanjutnya pengangkatan Pendeta Resort tersebut diwartakan dalam kebaktian. Dalam jemaat HKBP seseorang yang diterima menjadi guru Sekolah Minggu adalah anggota jemaat yang sudah “manghatindanghon Haporseaon” (lepas sidi), yaitu seseorang yang sudah menyatakan pemahamannya, kedewasaannya dan pengakuan dirinya akan Firman Tuhan. Disamping syarat-syarat tersebut, seorang
Guru Sekolah Minggu harus memenuhi syarat berikut :
* Percaya kepada Tuhan Yesus
Guru Sekolah Minggu adalah orang yang sungguh-sungguh percaya dan yakin kepada Tuhan Yesus. Boleh dibayangkan, betapa besarnya bahaya yang terjadi, apabila ada guru Sekolah Minggu yang belum percaya, yang masih ragu dan sangsi akan kuasa Firman Tuhan. Seorang guru Sekolah Minggu yang masih belum percaya kepada Tuhan Yesus namun mengajar Sekolah Minggu, adalah bagaikan orang buta yang menuntun orang buta. Itu sebabnya seorang Guru Sekolah Minggu sesuai dengan 1 Petrus 5, 1, adalah “saksi Kristus”.
* Memiliki cinta kasih
Berdasarkan 1 Petrus 5, 2, seorang guru Sekolah Minggu harus menjauhkan sikap “terpaksa” dari pelayanannya. Pelayanan orang Kristen terhadap sesamanya harus didorong oleh “kasih”. Motivasi pelayanan guru Sekolah Minggu adalah kasih yang diterima dari Tuhan Yesus. Dalam hal ini setiap guru Sekolah Minggu harus merasakan bahwa anak yang dilayani adalah anak atau adiknya sendiri. Seorang pelayan yang tidak memiliki kasih terhadap anak asuhnya, pasti merasakan tugasnya sebagai beban berat, sehingga boleh saja dia bersikap seperti sikap ibu tiri terhadap anak tirinya.
* Menjadi panutan dan teladan
Berdasarkan 1 Petrus 5, 3, guru Sekolah Minggu harus bersikap dan berperilaku yang baik, sehingga menjadi contoh bagi anak asuhnya. Sikap dan perangai yang baik tersebut, menjadi contoh kepada si anak, bahwa yang diajarkan terlihat dalam hidup Gurunya. Guru Sekolah Minggu seharusnya memelihara gerak dan langkah yang baik dan sopan dihadapan anak-anak, karena si anak sungguh peka dan selalu memperhatikan sikap gurunya. Itu sebabnya, ada peribahasa “Guru makan berdiri, murid makan berlari”. Sikap kita akan menjadi contoh bagi sianak, contoh jelek apabila sikap kita jelek, contoh baik apabila sikap kita baik. Tidak akan mungkin si anak mendengar pengajaran kita, apabila sikap kita bertentangan dengan yang kita ajarkan. Sebaiknya Guru Sekolah Minggu menghindarkan sikap yang dapat membuat si anak menjadi tidak percaya kepada kita. Guru Sekolah Minggu harus menjadi “panutan dan teladan”, di mata anak sekolah minggu, seperti pepatah orang Jawa yang mengatakan “Ing ngarso sung tulodo, ing madio mangun karso, Tut wury Handayani “ (di depan menjadi teladan, di tengah membangkitkan semangat, di belakang memberikan dorongan). Keteladanan seperti itu yang diharapkan orang Batak dari seorang pemimpin. Menurut orang Batak partogi (pemimpin) harus menunjukkan sikap yang baik, sehingga “dijolo ibana aduon, dipudi ibana paimaon” (di depan harus dikejar, dibelakang harus ditunggu).
* Rajin belajar
Berdasarkan 1 Timotius 3, 14, seorang Guru Sekolah Minggu harus rajin membaca dan menambah pengetahuannya. Menambah pengetahuan melalui pembacaan buku-buku yang berhubungan dengan Alkitab dan Iman Kristen. Menambah pengetahuan bukan hanya yang berhubungan dengan Alkitab, juga pengetahuan umum, Ilmu mendidik, dan mengajar (didaktik), ilmu jiwa (anak), dan lain-lain. Khususnya tentang Alkitab, guru Sekolah Minggu harus mempelajari dogma yang dianut HKBP (Konfessi HKBP), serta aturan HKBP.
* Tekun berdoa
Seturut dengan Epesus 6, 18–20, seorang Guru Sekolah Minggu harus tekun dalam doa, sehingga Tuhan senantiasa memberi kekuatan kepadanya untuk memberitakan Firman Tuhan. Doa adalah senjata dan kekuatan di dalam diri orang Kristen. Guru Sekolah Minggu, perlu diingatkan, jangan berangkat ke Sekolah Minggu sebelum berdoa.
* Disiplin memanfaatkan waktu
Sesuai dengan 1 Korintus 14, 40, seorang Guru Sekolah Minggu harus hidup teratur, berdisiplin dalam segala hal, apalagi dalam pemakain waktu. Seorang Guru sekolah minggu harus disiplin. Guru Sekolah Minggu harus menunjukkan kepada anak sekolah Minggu, bahwa waktu adalah karunia Tuhan yang amat berharga dalam kehidupan manusia. Dalam pemakaian waktu, Guru Sekolah Minggu harus menjadi contoh bagi si anak. Apabila kebaktian Sekolah Minggu ditentukan dimulai pukul 07.00 WIB, guru sekolah minggu harus tiba di gereja 15 menit sebelum kebaktian dimulai. Adalah kesalahan besar apabila anak sekolah minggu yang menunggu kehadiran guru. Harus disadari bahwa masa anak-anak adalah kesempatan yang paling baik untuk melatih si anak menjadi orang yang teratur dan berdisiplin.
* Mencintai HKBP
Seorang guru Sekolah Minggu HKBP harus mencintai HKBP. Setiap pelayan HKBP harus mengenal HKBP, baik struktur organisasinya demikian juga pola-pola pelayanannya sebagai tubuh Kristus. Dalam hal ini kita pinjam pepatah orang Inggris yang mengatakan “To love it you must know it, to know it you must it” artinya, hanya dengan mengenal seseorang itu kita dapat mencintainya. Akhir-akhir ini banyak Parhalado HKBP yang mencela HKBP. Sebenarnya dia mencela HKBP karena dia belum mengenal siapa dan apa kegiatan pelayanan HKBP. Kita boleh mengenal HKBP melalui Aturan yang berlaku di HKBP, melalui Konfessinya, dan Siasat gerejanya. Aturan HKBP serta Sia.sat gereja adalah pedoman pelayanan HKBP. Aturan, Siasat dan Konfessi HKBP seharusnya ditaati oleh ruas dan parhalado HKBP.
Dengan demikian, jika HKBP menginginkan kwalitas pelayanan Sekolah Minggu yang lebi baik, sudah seharusnya HKBP menyediakan Balai Latihan Pelayanan (BLP) Guru Sekolah Minggu. Melihat tantangan yang dihadapi gereja sekarang dan besok, hal itu mendesak dilakukan. Disamping itu, masingmasing jemaat HKBP harus selektif memilih orang yang menjadi Guru Sekolah Minggu. Sebelum seseorang ditetapkan menjadi guru Sekolah Minggu, dia perlu dibina, ditatar (dilatih). Dalam hal memilih guru Sekolah Minggu perlu dijauhkan prinsip “asal ma naung manghatindanghon haporseaon”. Lepas sidi bukan jaminan untuk menetapkan seseorang menjadi guru Sekolah Minggu. Masih melekat dalam ingatan, tradisi sistem pendidikan pada jaman lima, enampuluhan; guru yang mengajar di Kelas 1 SR adalah Guru Kepala (Kepala Sekolah), atau guru yang tertua dan berpengalaman. Tradisi tersebut perlu menjadi bahan bagi kita untuk memilih dan menetapkan guru Sekolah Minggu. Dalam memilih dan menetapkan guru (pengajar) Sekolah Minggu perlu diperhatikan kepribadiannya, hatauonna (kemampuannya), dan ketaatannya kepada HKBP.
Penutup
Dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa menjadi guru Sekolah Minggu bukan tugas ringan dan mudah. Apabila motifasi seseorang menjadi guru Sekolah Minggu, hanya ambisi pribadi, atau hal lain yang tidak sesuai dengan prinsip yang dipaparkan diatas, sebaiknya jangan menjadi guru sekolah minggu. Karena ambisi demikian akan merusak pertumbuhan si anak, sekaligus merusak pertumbuhan gereja. Kelestarian HKBP pada masa yang akan datang, terletak di dalam iman dan usaha pelayanan kita terhadap generasi penerus (anak-anak).
Kiranya tulisan ini berguna bagi orang yang sudah melayani, atau yang sudah menjadi guru Sekolah Minggu, dan menjadi pendorong bagi orang yang belum melayani sekolah minggu untuk bersedia melayani sekolah minggu. Tugas mengajar yang diperintahkan Tuhan Yesus dalam Matius 28, 19–20, bukanlah tanggungjawab Parhalado, Pendeta, tetapi adalah tanggungjawab bersama orang Kristen (anggota jemaat).
Pdt.T.P. Nababan, STh
Publikasi > Rohani
HKBP Lubuk Baja, Batam